Selasa, 03 Juli 2012

Studi Penangkapan Rajungan (Portunus sp) dengan Alat Tangkap Wuwu (Trap) bersama kelompok nelayan desa gegunung wetan Kecamatan Rembang Jawa Tengah

Studi Penangkapan Rajungan (Portunus sp) dengan Alat Tangkap Wuwu (Trap) bersama kelompok nelayan desa gegunung wetan Kecamatan Rembang Jawa Tengah

                 (LAPORAN PKL)

              I.    PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Perikanan merupakan salah satu bidang yang diharapkan mampu menjadi penopang peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sub sektor perikanan dapat berperan dalam pemulihan dan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia karena potensi sumberdaya ikan yang besar dalam jumlah dan keragamannya. Selain itu, sumberdaya ikan termasuk sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga dengan pengelolaan yang bijaksana, dapat terus dinikmati manfaatnya.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi perikanan laut yang sangat besar. Berbagai jenis ikan bernilai ekonomis seperti : Udang, Tuna, Cakalang, Kakap Beronang, Tenggiri, Bawal, Ikan hias, Rajungan, Kepiting, Cumi-cumi, Kerang dan Rumput laut tersebar hampir di seluruh laut Indonesia. Potensi lestari sumberdaya ikan laut yang dapat ditangkap sekitar 6,7 juta ton setiap tahunnya, yang terdiri dari potensi perairan nusantara 4,4 juta ton / tahun dan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sebesar 2,3 juta ton per tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jateng. 2007).
Permintaan pasar terhadap komoditas hasil laut dari jenis rajungan kian melejit tanpa mengenal surut. Di beberapa negara Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Australia, komoditas rajunga tetap menjadi konsumsi penting sehingga merupakan pangsa pasar ekspor yang strategis dengan nilai jual yang tinggi. Komoditas rajungan dari dalam negeri hasil penangkapan ikan mendominasi produk untuk ekspor (Zarochman, 2006).
Kegiatan penangkapan rajungan dapat dilakukan dengan berbagai jenis alat penangkapan yang selama ini telah kembang, terutama dari kelompok jaring (Jaring klitik, Trammel-net, Gill-net lainnya, aneka pukat: Cantrang, Dogol, Trawl). Cara ini disamping kurang ramah lingkungan (kurang selektif) juga kualitas hasil tangkapanya lelatif rendah (umumnya mati dan rusak). Dari aspek sumberdaya, cara ini jelas berdampak pada pemborosan sumberdaya karena rajungan merupakan hasil sampingan yang sering sia-sia dan yang tertangkap menjadi tidak bernialai meski dalam jumlah besar. Disamping itu metode penangkapan tersebut cenderung akan merusak habitat dan komunitas rajungan pun menjadi cepat berkurang (Zarochman, 2006).
Seiring itu telah pula berkembang dikalangan neleyan jenis alat tangkap bubu (Traps). Bubu rajungan atau sering disebut Wuwu pada daerah Rembang. Alat tangkap ini bersifat pasif, dipasang pada perairan pantai yang dioprasikan secara berangkai. Menyesuaikan prilaku rajangan yang cenderung lebih aktif pada malam hari maka pengoprasian Bubu rajungan pun dilakukan pada malam hari.
Kabupaten Rembang merupakan Kabupaten yang terletak di Pantai Utara Propinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekitar 1.014 km2 dengan panjang garis pantai 63 km. 35% dari luas wilayah kabupaten Rembang merupakan kawasan pesisir seluas 355,95 km2. Dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Rembang, 6 diantaranya berada di tepi laut. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan.
Kabupaten Rembang mempunyai sektor-sektor yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan, di antaranya perikanan, pariwisata, pertanian, perindustrian / perdagangan, kehutanan dan juga pertambangan. Dari sektor-sektor tersebut, perikanan mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Kabupaten Rembang terutama dalam mendapatkan Pendapatan Daerah untuk mengelola daerah sebagai implementasi dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Kabupaten Rembang sendiri terdapat 14 TPI (Tempat Pelelangan Ikan), dimana yang secara aktif beroperasi ada 11 TPI yang tersebar di 6 kecamatan di sekitar kawasan pesisir kabupaten Rembang, yaitu Kaliori, Rembang, Lasem, Sluke, Kragan, dan Sarang. Hampir 60% hasil perikanan di Kabupaten Rembang berasal dari Kecamatan Rembang.
Desa Gegunung Wetan sendiri penduduknya hampir 87% mata pencaharianya sebagai nelayan. Terletak sebelah utara berbatasan dengan laut jawa, sebelah selatan desa Magersari, sebelah timur desa Pecar, dan sebelah barat desa Gegunung Kulon. Didesa ini alat tangkap yang digunankan antara lain Wuwu, Cantrang, Gill Net, mini Purse seine, Dogol.

1.2.  Pendekatan Masalah
           Teknologi penangkapan ikan dengan mengunakan bubu banyak dilakukan di hampir seluruh dunia mulai dari yang skala kecil, menengah smpai yang sekala besar. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di perairan pantai di hampir seluruh negara yang masih belum maju sistem perikanannya.        
            Kegiatan penangkapan ikan-ikan demersal di laut jawa sudah berlangsung sejak lama. Kegiatan tersebut mengalami puncaknya pada tahun delapan puluhan, saat alat Trawl digunakan merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk menagkap ikan dasar. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal adalah bubu, yang dioperasikan pada perairan dengan dasar lumpur yang sedikit berkarang (Sedanata, 2004).   
Penangkapan dengan alat tangkap Bubu rajungan atau sering disebut Wuwu pada daerah Rembang sangat banyak dilakukan oleh nelayan sekitar PPP Tasik Agung Kabupaten Rembang, salah satunya di perairan Rembang. Dikarenakan alat tangkap ini bersifat pasif dan lebih selektif sehingga nelayan Rembang sering menggunakanya. Tidak itu saja sesuai dengan hasil pendataan BBPPI (Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan) akhir-akhir ini komoditas hasil tangkapan Bubu menjadi incaran para pengusaha produksi (pedagang/tengkulak) rajungan terutama untuk tujuan ekspor, dan semenjak dua tahun terahir dimana permintaan pasar ekspor daging rajungan semakin meningkat, maka rajungan (Portunus Sp) kemudian menjadi salah satu komodidas perikanan andalan setidaknya di beberapa daerah seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan.
 Sehingga perlu dilakukan pendataan maupun pengamatan berbagai aspek yang dilakukan nelayan tersebut seperti halnya metode penangkapan, penentuan daerah penangkapan dan hasil tangkapan, sehingga pengkontrolan produktifitas alat tangkap ini dapat terkendali. Terutama pada daerah Jawa khususnya daerah Rembang.

1.3.  Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah sebagai berikut :
1.       Mengetahui bahan dan konstruksi dari alat tangkap wuwu (Traps) di perairan Rembang;
2.       Mengetahui cara operasi alat tangkap wuwu (Traps) di perairan Rembang;
3.       Mengetahui komposisi hasil tangkapan alat tangkap wuwu (Traps) di perairan Rembang; dan
4.       Mengetahui daerah penangkapan dan musim penangkapan dari alat tangkap wuwu (Traps) di perairan Rembang.

1.4.  Waktu dan Tempat
          Praktek kerja lapangan ini dilakukan pada tanggal 22 Februari- 2 Maret, di Perairan Rembang, Jawa Tengah



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Pengertian dan Klasifikasi Alat Tangkap Bubu
2.1.1.  Pengertian Bubu
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps dan penghadang guiding barriers. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar untuk melepaskan diri. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing basket (Brandt, 1984).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu, Bubu adalah alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap organisme yang bergerak lambat di dasar perairan, baik laut maupun danau (Rumajar, 2002).
Menurut Martasuganda (2005), Teknologi penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negara­-negara yang menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya, sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.
Menurut Mulyono (1986), Alat tangkap bubu terutama digunakan untuk tujuan penangkapan jenis ikan demersal yang hidup di perairan pantai. Bubu dapat juga digunakan untuk penangkapan udang, lobster, jenis ikan karang. Macam-macam ikan yang tertangkap antara lain ikan merah, lencam, terubuk, rajungan, serta macam-macam udang.
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.
2.1.2.  Klasifikasi Alat Tangkap Bubu
Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
a.  Perangkap menyerupai sisir (brush trap)
b. Perangkap bentuk pipa (eel tubes)
c.  Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots)


2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang
a.  Perangkap yang terdapat dinding / bendungan
b. Perangkap dengan pagar-pagar (fences)
c.  Perangkap dengan jeruji (grating)
d. Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers)
3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh
a.  Perangkap kotak (box trap)
b. Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap)
c. Perangkap bertegangan (torsion trap)
4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya
a.  Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps)
b.  Perangkap dari alam (smooth tubular)
c. Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap)
5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilengkapi dengan penghalang
a. Perangkap bentuk jambangan bunga (pots)
b. Perangkap bentuk kerucut (conice)
c.  Perangkap berangka besi
2.1.2.1.  klasifikasi bubu menurut cara operasinya
  Menurut Anonim (2007), dalam pengoperasiannya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.   Bubu dasar (Ground Fish Pots).
Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1 m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.
2.   Bubu apung (Floating Fish Pots).
            Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air.
3.      Bubu hanyut (Drifting Fish Pots).
Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau “pakaja“ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam penangkapan.
Menurut Subani dan Barus (1989). Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti :
1.      Bubu jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap).
2.      Bubu ambai : Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil. Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang.
3.      Bubu apolo : Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus menangkap udang rebon. Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut, badan, kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang

2.2.  Kontruksi bubu lipat
            Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat, trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang atau bentuk lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target tangkapan, tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetauan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap yang terbuat dari jarring seperti pukat cincin, trawl, jarring insang, set net dan alat tangkap lainnya, bentuk bubu tidak ada keseragaman diantara nelayan di satu daerah dengan nelayan di daaerah lainnya termasuk bentuk bubu di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003).
            Secara umum kontruksi bubu terdiri dari rangka, badan dan pintu masuk, kemudian ada juga yang dilengkapi dengan pintu untuk mengambil hasil tangkapan dan kantung umpan sebagai tempat untuk menyimpan umpan. Rangka bubu ada yang terbuat dari lempengan besi, besi behel, bambu, kayu atau bahan lainnya, sedangkan bahan bubu ada yang terbuat dari anyaman kawat, jaring, waring, anyaman bambu atau bahan lain yang bias dijadikan sebagai badan bubu. Untuk kantung umpan kebanyakan bahannya memakai kawat kasa. Selain itu ada juga jenis bubu yang bahannya memakai bekas cangkag kerang, keramik, potongan bamboo atau potongan paralon (Martasuganda, 2003).
            Menurut Mulyono (1986), bubu bentuknya adalah bermacam-macam ada yang berbentuk seperti kotak, bentuk silinder, atau bentuk kerucut yang dibuatnya dari bahan yang bermacam-macam pula, ada yang dari bahan benang, kawat, rotan dan bambu.
Menurut BBPPI Semarang (2006), bubu terdiri dari :
a.       Badan bubu adalah bagian bubu yang berbentuk kurungan atau keranjang, terbuat dari berbagai bahan, berfungsi sebagai pengurung ikan.
b.      Kerangka bubu adalah bagian bubu yang berfungsi untuk membentuk badanbubu menjadi seperti kurungan atau keranjang, yang trbuat dari berbagai bahan.
c.       Tali kerangka bubu adalah tali yang berfungsi untuk mengikat badan bubu dengan kerangka bubu.
d.      Mulut atau injep (funnel) bagian bubu yang berbentuk corong tempat masuknya ikan bertujuan agar sukar keluar.
e.       Pelampung bubu adalah bahan yang mempunyai daya apung yang berfungsi untuk mengapungkan bubu.
f.       Tali pelampung adalah tali untuk mengikat atau menghubungkan bubu dngan pelampung.
g.      Pemberat adalah bahan yang mempunyai daya tenggelam berfungsi untuk menenggelamkan bubu.
h.      Tali pemberat adalah tali untuk mengikat dan menghubungknan bubu dengan pemberat.
i.        Jangkar adalah bahan terbuat dari kayu atau besi serta bahan lainnya, berfungsi untuk menahan bubu agar tidak hanyut.
j.        Tali jangkar adalah tali untuk mengikat dan menghubungkan bubu dengan jangkar.
k.      Tiang adalah batang kayu atau bahan lainnya yang ditancapkan kedasar perairan berfungsi untuk mengikatkan bubu.
Menurut Sudirman dan Mallawa (2004), umumnya bubu yang digunakan terdiri dari tiga bagian yaitu :
a.        Badan atau tubuh bubu
Badan atau tubuh bubu umunya terbuat dari anyaman bamboo yang berbentu empat persegi panjang dengan panjang 125 cm, lebar 80 cm dan tinggi 40 cm. bagian ini dilengkapi dengan pemberat dari batu bata (bias juga pemberat lainnya) yang berfungsi untuk menenggelamkan bubu ke dasar perairan yang terletak pada tempat sudut bubu.
b.      Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan
Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan terletak pada sisi bagian bawah bubu. Lubang ini beriameter 35 cm, posisinya tepat di belakang mulut bubu. Lubang ini dilengkapi dengan penutup.
c.       Mulut bubu
Mulut bubu berfungsi untuk tempat masuknya ikan yang terletak pada bagian depan badan bubu. Posisi mulut bubu menjorok ke dalam badan atau tubuh bubu berbentuk silinder. Semakin kedalam diameter lubangnya semakin mengecil. Pada bagian mulut bagian dalam melengkung kebawah sepanjang 15 cm. lengkungan ini berfungsi agar ikan yang masuk sulit untuk meloloskan diri keluar.







1

2

3
 

 





      Gambar 1 . Konstruksi Bubu Lipat
Keterangan :
1. Kerangka bubu
2. Badan bubu
3. Mulut bubu


2.3.    Metode Pengoperasian Bubu Lipat
           
            Berdasarkan cara operasi penangkapan, bubu dibagi menjadi 3 jenis yaitu, bubu dasar (stationary fish pots), bubu apung (floating fish pots) dan cara meletakan bubu diela-sela karang atau tempat hunian ikan. Sesuai dengan namanya, ikan yang tertangkap dengan alat ini adalah ikan dasar, ikan karang (termasuk kerapu dan kakap merupakan ikan-ikan demersal) dan udang (Subani dan Barus, 1989).
            Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Biasanya bubu yang digunakan oleh nelayan di Bali terbuat dari kayu ataupun dari rotan, selanjutnya dianyam membentuk kurungan dengan ukuran rata-rata bervariasi menurut kebutuhan, untuk bubu kecil umumnya berukuran panjang (70 – 100 cm), lebar (50 – 70 cm) dan tinggi (25 – 30 cm). Untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang (3,5 – 6 m), lebar (75 – 150 cm) dan tingginya (50 – 150 cm). Bubu ini dipasang pada kedalaman perairan 20 – 50 m sesuai lokasi, setiap 2 – 4 hari hasilnya diambil dengan perahu sampan (anonimous 2001).
            Dalam pengoperasiannya dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu bubu dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara bergandengan (umumnya bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan menggunakan tali utama, sehingga cara ini dinamakan “longline trap”. Untuk cara kedua ini dapat dioperasikan beberapa bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu. Biasanya dioperasikan dengan menggunakan kapal yang bermesin serta dilengkapi dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang ataupun diantara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).
            Ditambahkan oleh Rumajar, (2002), bahwa untuk memudahkan mengetahui bubu hanyut (drift fish pots). Bubu yang paling banyak digunakan dalam perikanan Indonesia adalah bubu dasar. Pengoperasian bubu dilakukan dengan tempat-tempat dimana bubu dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut.
Menurut Monintja dan Martasuganda (1991), Bubu sendiri dalam operasionalnya untuk laut dalam (bubu dasar) sering dipakai benda berupa umpan untuk menarik perhatian ataupun dilepas tanpa menggunakan umpan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap pada bubu. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah tertarik oleh bau umpan, dipakai untuk tempat berlindung, sebagai tempat istirahat sewaktu ikan bermigrasi dan karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri.
Menurut Gunarso (1985), sifat thigmotaxis adalah sifat ikan yang selalu ingin mengetahui suatu benda asing yang ada di sekitarnya, sehingga ikan cendrung untuk menyentuh diri pada alat tersebut. Selain merancang dan melakukan penyediaan teknologi kelautan yang berhubungan dengan nelayan, sebagai langkah awal menuju perbaikan sektor kelautan dan perikanan adalah melalui peningkatan wadah kelembagaan masyarakat pesisir. Teknologi yang diintroduksi adalah bubu besi yang dilengkapi dengan, perahu motor, tali, katrol dan pelampung tanda, kesemuanya ini untuk peningkatan usaha nelayan dan pendapatan.
2.4.    Jenis Hasil Tangkapan
Menurut Mulyono (1986), Jenis ikan yang menjadi sasaran atau tujuan penagkapan alat tangkap bubu terutama jenis ikan demersal yang hidup diperairan pantai. Bubu dapat juga digunakan untuk penagkapan udang, lobster dan jenis ikan karang.
 Habitat yang umumnya yang dijadikan target tangkapan bubu adalah ikan dasar, udang, kepiting, keong, belut laut, cumi-cumi atau gurita, baik yang hidup di perairan pantai, lepas pantai maupun yang hidup di perairan pantai lepas pantai maupun yang hidup di perairan laut dalam (Martasuganda,  2003).

2.5.    Umpan
Alat tangkap bubu sifatnya pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang akan dijadikan target tangkapan mau memasuki bubu. Jenis umpan yang dipakai beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup, ikan atau jenis umpan lainnya. Penempatan umpan di dalam bubu pada umumnya diletakkan di tengah-tengah bubu baik di bagian bawah, tengah atau bagian atas dari bubu dengan cara diikat atau di gantung dengan atau tanpa pembungkus umpan (Martasuganda,  2003).
Umpan merupakan salah satu alat bantu yang diharapkan dapat merangsang ikan untuk tertangkap pada alat tangkap. Menurut Subani dan Barus (1989), umpan dibagi menjadi :
1.      Umpan tipuan (Artificial bait), merupakan jenis umpan yang dibuat asal saja, artinya menyerupai umpan alami dan dibuat bahan tertentu, misalnya bulu ayam atau bulu domba.
2.      Umpan tiruan (imitation bait), merupakan umpan yang dibuat menyerupai umpan alami (ada yang menyerupai ikan tertentu baik warna maupun bentuknya)
3.        Umpan alami (Natural bait), yaitu jenis umpan alami yang didapat dari alam, misalnya ikan segar, potongan daging ikan.
Menurut Subani dan Barus (1989), syarat umpan yang baik yaitu berwarna cerah, berbau merangsang serta tahan lama terendam dalam air. Kebiasaan ikan mencari makan adalah karena dorongan rasa lapar. Dengan dorongan tersebut ikan akan berusaha mencari makan dengan menggunakan inderanya untuk menanggapi rangsangan. 

2.6.      Klasifikasi dan Deskripsi Rajungan (Portunus pelagicus)
2.6.1.   Klasifikasi rajungan (Portunus pelagicus)
Klasifikasi Rajungan menurut Suwignyo (1989) adalah sebagai berikut:
Kingdom    : Animalia
Filum          : Arthropoda
Kelas          : Crustacea
Sub Kelas   : Malacostraca
Ordo           : Decapoda
Famili         : Portunidae
Sub Famili : Portunninae
Genus         : Portunus
Spesies       : Portunus pelagicus
Gambar 1. Rajungan (Portunus sp)

2.6.2.   Deskripsi rajungan (Portunus pelagicus)
            Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri-duri. Pada hewan ini terlihat menyolok perbedaan antara jantan dan betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar, rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercak-bercak putih agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa
(Suwignyo 1989).
Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Rajungan mempunyai 5 pasang kaki jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit yang berfungsi untuk memegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya. Sepasang kaki terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab) (Suwignyo 1989).


                                        III.  MATERI DAN METODE


3.1.      Materi
Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah alat tangkap Wuwu (Trap) di Perairan Rembang, Jawa Tengah. Peralatan yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan adalah sebagai berikut :         
No
Nama alat dan bahan
Kegunaan
Ketelitian
1.
Unit alat tangkap Wuwu
Menangkap Rajungan

2.
Meteran Jahit
Mengukur panjang alat tangkap
1 cm
3.
Kamera
Dokumentasi

4.
GPS
Menentukan koordinat  fishing ground

5.
Kuisioner
Pencatat hasil wawancara

6.
Life Jacket
Keselamatan di laut

7.
Alat tulis
Mencatat hasil praktek

8.
Stopwatch
Menghitung waktu
0.1 detik

3.2.  Metode
Metode Praktek Kerja Lapangan kali ini menggunakan metode survey yang bersifat deskriptif dan pengamatan secara langsung di lapangan serta melakukan pengumpulan data, dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail sehingga didapatkan gambaran secara menyeluruh sebagai hasil dari pengumpulan data dan analisis data dalam jangka waktu tertentu dan terbatas pada daerah tertentu (Natsir, 1983).


1.  Metode pengumpulan data
          Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah :
    a.  Metode observasi
          Metode observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia dalam kenyataan. Mengadakan observasi menurut kenyataan, melukiskannya dengan kata-kata secara cermat dan tepat apa yang diamati, mencatatnya dan kemudian mengolahnya dalam rangka masalah yang diteliti secara ilmiah
 b.  Metode wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi dengan cara bertanya langsung kepada responden untuk mendapatkan informasi. Hasil wawancara ditentukan oleh beberapa responden yang berinteraksi langsung dengan pewawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner).
 c.  Metode studi pustaka
Studi pustaka adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan atas karya tulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun belum dipublikasikan. Metode tersebut dapat digunakan untuk mencari data-data sekunder sebagai data pendukung dari data primer yang didapatkan dari lapangan.
   d. metode dokumentasi
Menjelaskan dan mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan atau bentuk gambar yaitu metode dokumentasi. Metode ini bersifat sekunder dan dilaksanakan oleh si peneliti dengan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, buletin dan sebagainya (Natsir, 1983).


 
IV. PEMBAHASAN

4.1.            Gambaran Umum Lokasi
4.1.1.      Keadaan Alam dan Iklim
Kabupaten Rembang mempunyai sektor-sektor yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan, di antaranya perikanan, pariwisata, pertanian, perindustrian atau perdagangan, kehutanan dan juga pertambangan. Dari sektor-sektor tersebut, perikanan mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap Kabupaten Rembang terutama dalam mendapatkan Pendapatan Daerah untuk mengelola daerah sebagai implementasi dari UU No 22 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
Perairan laut di kabupaten Rembang mempunyai kekayaan sumberdaya jenis ikan dengan hasil tangkapan yang dominan dan bernilai ekonomis tinggi, antara lain ikan  Layang (Decapterus), ikan Tembang (Sardinella fimbriatta), ikan Tongkol (Thunnus sp.), ikan Bawal (Formio niger), ikan Tenggiri (Scomberomorus commersoni), ikan Teri (Stolephorus sp.), dan ikan Kakap (Lates calcalifer).  Wilayah Kabupaten Rembang pada umumnya beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata pertahun 3.300 mm dengan musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti setiap tahunnya. Keadaan temperature terendah 26 °C dan yang tertinggi 30 °C (Dinas Kelautan dan Perikanan Rembang, 2010).
Umumnya curah hujan tersebut terbagi tidak merata sepanjang tahun, dimana pada bulan tertentu curah hujannya cukup banyak, yaitu antara bulan  Januari s/d April dan Oktober s/d Desember. Pada bulan tersebut hari hujan lebih dari 11 hari hingga 17 hari. Adapun pada bulan Mei s/d september hujan agak berkurang (Dinas Kelautan dan Perikanan Rembang, 2010).

4.1.2.      Gambaran Umum Daerah Rembang
   Kabupaten Rembang merupakan kabupaten yang terletak di daerah paling Timur Pantai Utara Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, Kabupaten Rembang terletak diantara 111º 00’-111º 30’ BT dan 06º 30’-07º00’LS
Kabupaten Rembang dengan luas wilayah sekitar 1.014 km² yang terdiri dari 14 Kecamatan. Dari luas wilayah tersebut, 35% diantaranya merupakan kawasan pesisir, yaitu 355,95 km² sehingga mempunyai potensi yang cukup besar bagi pengembangan bidang perikanan serta didukung oleh banyaknya penduduk yang bermata pencaharian nelayan (Dinas Kelautan dan Perikanan Rembang, 2010).

4.1.3.      Gambaran Umum Desa Gegunung Wetan
Desa Gegunung Wetan sendiri penduduknya hampir 87% mata pencaharianya sebagai nelayan. Terletak sebelah utara berbatasan dengan laut jawa, sebelah selatan desa Magersari, sebelah timur desa Pacar, dan sebelah barat desa Gegunung Kulon. Didesa ini alat tangkap yang digunankan antara lain Wuwu, Cantrang, Gill Net, mini Purse seine, Dogol.
Untuk mengoptimalisasian potensi perikanan, maka disediakan Tempat Pelelangan Ikan. Di Kabupaten Rembang terdapat 11 TPI yang aktif beroperasi, yaitu:
1.            TPI Tunggulsari
2.            TPI Tanjungsari
3.            TPI Tasikagung
4.            TPI Kabongan
5.            TPI Pasarbanggi
6.            TPI Pangkalan
7.            TPI Pandangan
8.            TPI Bakung
9.            TPI Karang Lincak
10.        TPI Karang Anyar
11.        TPI Sarang

4.2.       Potensi Rajungan
            Menurut hasil survey wawancara dengan nelayan wuwu rajungan, terjadi penurunan hasil tangkapan dari setiap tahunnya. Beberapa pengaruh yang signifikan adalah bertambahnya jumlah alat tangkap pada setiap kapal penangkapan, serta tidak tahu keadaan fishing ground yang tepat dikarenakan masih mengunakan naluri yang belum jelas kenyataanya. Ditambah pula dengan meningkatnya permintaan pasar ekspor rajungan  yang tinggi, dan dengan harga yang relatif tinggi sehinga ini menimbulkan penangkapan yang besar-besaran, sehingga sumberdaya semakin berkurang.
         Sebagian besar gugusan pantai yang mengelilingi seluruh daratan kepulauan Indonesia berpeluang menjadi daerah sebarannya. Padat sediaan tertinggi sebaran rajungan ini mendekati atau berada di sekitar perairan pantai. Paparan sunda dan Laut Arafuru dengan latar belakang ekosistem karang dan mangrove yang masih baik berpotensi mengandung sediaan padatan tertinggi (Widodo, 1998)


4.3.       Klasifikasi Alat Tangkap Wuwu Rajungan
            Pada pengklasifikasian alat tangkap Wuwu termasuk jenis alat tangkap traps yang sering disebut Bubu, Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang termasuk Perangkap kotak (box trap), Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilengkapi dengan penghalang termasuk Perangkap berangka besi.
            Klasifikasi menurut cara operasinya alat tangkap ini termasuk Bubu dasar (Ground Fish Pots). Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1 m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caesio spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan. Alat tang kap wuwu ini termasuk jenis alat tangkap Bubu berukuran kecil dikarenakan kurang dari 1 m dan hanya mempunyai ukuran panjang pada bagian depan 48 cm, dan sisi bagian samping mempunyai ukuran 17 cm.

4.4.       Konstruksi Alat Tangkap Wuwu Rajungan
4.4.1.  Konstruksi Alat Tankap Wuwu Rajungan
Wuwu rajungan (Wuwu)atau wuwu adalah sebutan nelayan di daerah setempat karena sasaran tangkapannya yaitu Rajungan (Portunus pelagicus), nama sebenarnya alat tangkap ini adalah wuwu lipat karena wuwu ini merupakan perkembangan dari konstruksi wuwu yang awalnya dirancang tetap. Wuwu jenis ini dibuat dari jaring dengan rangka besi dengan rancangan yang dapat dilipat atau dikendurkan. Keuntungan dari konstruksi yang dapat dilipat adalah wuwu dapat diangkut dengan jumlah yang besar di dalam perahu, sehingga pengangkutan ke fishing ground lebih efisien.
 Konstruksi wuwu rajungan terdiri dari beberapa bagian antara lain : badan wuwu, kerangka, mulut atau inep-inep, tali utama, tali cabang, pemberat, tali pemberat.
1.      Badan
a.       Jaring bagian samping
Bahan              : PE
Diameter         : 1mm
Panjang           : 48 cm
b.      Jaring bagian atas
Bahan              : PE    
Diameter         : 1 mm
Panjang           : 48 cm
c.       Jaring bagian saluran masuk
Bahan              : PE
Diameter         : 1 mm
Panjang           : 17 cm
d.      Jaring bagian bawah
Bahan              : PE
Diameter         : 1 mm
Panjang           : 48 cm
  1. Kerangka
Bahan              :  Besi
Diameter         : 4 mm
  1. Mulut
Bahan              : PE
Diameter         : 1 mm
Panjang           : 17 cm
  1. Penjepit
Bahan              : Besi
Diameter         : 3 mm
Panjang           : 9 cm
  1. Pintu pengambilan hasil tangkapan
  2. Penusuk umpan
  3. Tali
      a. Tali utama
           Bahan         : PE
           Diameter     : 8 mm
           Panjang       : 4 km
b. Tali cabang
   Bahan        : PE
   Diameter   : 4 mm
   Panjang     : 3 m
   Jarak          : 10 m
  1. Pemberat
a.       Besar
Bahan        : Batu
Berat         : 5 kg
Jumlah       : 2 buah
b.      Kecil
Bahan        : Batu
Berat         : 2.5  kg
Jumlah       : 11 buah
9.      Pelampung
       Bahan       : Gabus
       Jumlah      : 11 buah
10.  Kayu penegak
       Bahan       : kayu
       Jumlah      : 11 buah
       Ukuran     : 1,9 m
11.  Penanda
       Bahan       : kain warna biru
4.4.2.        Ukuran Perahu
Perahu yang digunakan untuk melakukan operasi penangkapan adalah perahu motor tempel atau tipe sopek bermesin diluar (outboard engine) :
  1. Pajang kapal (LOA)                : 9  m
  2. Lebar kapal (B)                       : 2,7 m
  3. Tinggi kapal (H)                      : 1,1 m
  4. Mesin kapal                             : Dongfeng
  5. Kekuatan Mesin                      : 16 HP
  6. Bahan Bakar                           : Solar

4.5.       Metode Pengoperasian Alat Tangkap Wuwu Rajungan
Penangkapan rajungan dengan alat tangkap wuwu (traps) di perairan Rembang, usaha penangkapan tersebut termasuk usaha penangkapan one day fishing yaitu melakukan penangkapan hanya satu trip dalam sehari, yaitu berangkat pagi pulang siang. Jumlah ABK yang dibutuhkan 2-3 orang.
a.         Persiapan
            Sebelum melakukan operasi penangkapan, nelayan terlebih dahulu melakukan persiapan semua yang dibutuhkan dalam pengoperasian wuwu rajungan, dari perbekalan sampai umpan. Wuwu yang sudah ada di atas perahu dipasang umpan yaitu menggunakan kepala ikan mata besar (Lutjanus sp) dan ikan petek (Leiognathus sp). Setiap wuwu dipasang umpan 1-2 ikan tergantung ukuran ikan. Kepala ikan dikaitkan atau ditusukkan ke pengait yang ada di dalam wuwu lipat. Wuwu yang sudah terpasang umpan diletakkan atau disusun di bagian tengah perahu dan sebagian ada juga yang belakang. Untuk pemasangan umpan menghabiskan waktu ± 1 jam, pemasangan umpan dimulai pukul 16.00 WIB sampai 17.00 WIB. Setelah pemasangan umpan selesai nelayan beristirahat dikarenakan pemberangkatan dilakukan pada hari besoknya.
Wuwu rajungan (traps) atau wuwu lipat dioperasikan dengan cara dirangkai pada satu tali utama (long line traps), jumlah wuwu yang digunakan sebanyak 400 buah, tali utama panjangnya 4000 m, tali cabang panjangnya 3 m dan jarak antar tali cabang 10 m dengan bendera kecil sebagai penanda pada ujungnya.

b.        Penurunan wuwu
Perahu berjalan menuju fishing ground dengan kecepatan 6-7.5 knot, perjalanan membutuhkan waktu 3 jam. Tiba di fishing ground pukul 07.00. kecepatan perahu diturunkan menjadi 1.5 knot kemudian wuwu diturunkan satu persatu sampai selesai, penentuan fishing ground hanya menggunakan pengalaman nelayan sehari-hari.
Sebelum melakukan penurunan wuwu, nelayan mencari daerah fishing ground  sesuai insting dan data keberadaan tangkapan dari nelayan yang sudah selesai melakukan penangkapan.
c.       Perendaman (Immersing)
Perendaman dilakukan selama 1 hari yaitu dari jam 07.00 WIB sampai 07.00 WIB. Dikarenakan perendaman dilakukan selama 24 jam nelayan langsung kembali ke fishing base.
d.        Penarikan (Hauling)
            Penarikan wuwu dimulai pukul 07.00 WIB, pada saat penarikan wuwu (Hauling) yang pertama nelayan  ditarik adalah pemberat kemudian baru wuwunya. Setelah wuwu terangkat keatas perahu wuwu dibuka dan diambil hasil tangkapannya sambil menata wuwu pada perahu dengan melakukan langsung penaruhan unban baru untuk lebih mudah dalam melakukan setting kembali setelah wuwu (traps) terangkat semua. Hasil tangkapan diletak pada basket yang telah sediakan. Wuwu yang sudah terangkat disusun kembali dengan keadaan terlipat. Penarikan dibantu dengan 1 ABK dan yang 2 ABK yang lain memasangkan umpan dan menata wuwu dan ada yang mengatur kecepatan perahu dan arah perahu. Penarikan wuwu membutuhkan waktu ± 2,5 jam, pukul 09.30 WIB penarikan wuwu selesai. Hasil tangkapan yang berupa rajungan disimpan di basket kemudian melakukan persiapan untuk kembali ke fishing base. Sebelum kembali ke fishing base nelayan kembali melakukan setting wuwu untuk dipasang dalam perairan. Setelah setting selesai, dan wuwu sudah terpasang nelayan kembali  ke fishing base dan sampai tempat pukul 13.30 WIB, hasil tangkapan langsung dibawa kerumah dan langsung diambil oleh juragan untuk di jual.

4.6  Komposisi Hasil Tangkapan
Sasaran utama alat tangkap wuwu rajungan adalah rajungan (Portunus pelagicus), Komposisi hasil tangkapan selama tiga hari dengan tiga kali trip penangkapan adalah sebagai berikut :
Tabel 2.  Komposisi Hasil Tangkapan Wuwu Rajungan Selama Tiga Hari dengan   Tiga Trip Penangkapan
Trip
No
Hasil Tangkapan
Jumlah / kg
Jumlah / ekor
1
1
Rajungan (Portunus pelagicus)
9,2
58
2
Kerapu (Epinephelus sp)
1,6
3
2
1
Rajungan (Portunus pelagicus)
5,0
42
2
Kepiting (Scilla serata)
1,2
3
3
1
Rajungan (Portunus pelagicus)
13
80
Total
30,1
186

Gambar 2. Grafik Komposisi Hasil Tangkapan Wuwu Rajungan Selama Tiga Hari dengan Tiga Trip Penangkapan.
           
            Berdasarkan tabel 2 dan gambar 2 bahwa hasil tangkapan wuwu rajungan yang paling mendominasi di setiap trip penangkapan adalah tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) yaitu pada trip pertama 9,2 kg dengan jumlah 58 ekor, trip kedua 5 kg dengan jumlah 42 ekor, dan trip ketiga yaitu paling tertingi persentase    penangkapan yaitu 100% mendapat rajungan yakni 13 kg dengan jumlah 80. Ikan kerapu dan kepiting adalah by catch atau hasil tangkapan sampingan, ikan kerapu (Epinephelus sp) tertangkap pada penangkapan trip pertama yaitu berjumlah 3 ekor dengan total berat 1,6 kg. Pada penangkapan trip kedua juga mendapatkan by catch atau hasil tangkapan sampingan yaitu kepiting (Scilla serata) yang berjumlah 3 ekor dengan berat total 1,2 kg.
            Menurut Wibyosatoto (1993), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar ikan karang dan udang tertangkap dalam bubu, yaitu karena tertarik oleh bau umpan, dipakai untuk tempat berlindung, sebagai tempat istirahat sewaktu ikan bermigrasi dan karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Sifat thigmotaxis adalah sifat ikan yang selalu ingin mengetahui suatu benda asing yang ada disekitarnya, sehingga hewan laut seperti ikan cenderung untuk menyentuh diri pada benda tersebut.

4.7.Fishing Ground dan musim Penangkapan
Daerah penangkapan dengan alat tangkap wuwu rajungan (traps) dilakukan di perairan Rembang, Batangan  dan sekitarnya. Fishing ground wuwu rajungan (traps) pada saat Praktek Kerja Lapangan pada way point 06°37’41,31”LS dan 111°15’52,60”BT. Sesuai data gambaran lokasi dari Google earth jalur penangkapan wuwu rajungan (traps) pada perairan dari  fishing base  ±20 mil dari pantai dengan perjalanan kurang lebih 2,5-3 jam. Kedalaman 9 m gelombang dan arus tidak terlalu kuat. Keadaan perairan Batangan secara umum beriklim tropis dengan musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti setiap tahunnya.
Aktifitas penangkapan oleh nelayan sangat dipengaruhi oleh keadaaan cuaca, sedangkan keadaan cuaca sendiri sangat dipegaruhi oleh musim, yaitu musim barat dan musim timur. Pada saat musim barat yang berlangsung bulan Desember – Februari, angin bertiup sangat kencang yang banyak mendatangkan hujan. pada musim ini nelayan wuwu masih tetap melakukan penangkapan mereka melakukan penangkapan dengan fishing ground 2-5 mil dari pantai jadi aman untuk melakukan operasi wuwu. Sedangkan musim timur berlangsung bulan Mei sampai Agustus dimana angin agak lemah dari arah timur dan hanya sedikit menimbulkan hujan, sehingga para nelayan cenderung melakukan penangkapan dengan jarak yang mungkin lumayan jauh ±20 mil dari pantai. Dikarenakan nelayan mempercayai bahwa didaerah tersebut terdapat banyak rajungan sesuai dari pendapat para nelayan yang lainya yang sudah melakukan operasi penangkapan di daerah perairan Batangan.
Untuk nelayan wuwu rajungan (traps) penangkapan hampir tidak dipengaruhi musim karena walaupun musim barat nelayan masih melakukan penangkapan, kebanyakan dipengaruhi oleh harga jika harga rajungan menurun banyak nelayan yang tidak melakukan penangkapan dan nelayan banyak yang beralih ke alat tangkap lain karena satu nelayan memiliki lebih dari satu alat tangkap.
4.8.Perawatan
              Perawatan wuwu rajungan tidak terlalu sulit, karena selesai melakukan penangkapan wuwu di susun rapi di perahu dan ditutupi terpal. Sebelum melakukan penangkapan saat pemasangan umpan, jika ada badan wuwu yang robek langsung di tambal sulam dan jika ada bubu yang rusak parah seperti kerangkanya patah karena berkarat bubu langsung diganti yang baru. Harga satu buah wuwu 15-23 ribu/buah awet sampe 1 tahun.


 
V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.            Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.        Wuwu adalah nama panggilan alat tangkap bubu pada daerah rembang
khususnya pada Desa Gegunung Wetan;
2.        Konstruksi alat tangkap wuwu memiliki kerangka, badan, dan mulut;
3.        Metode pengoprasian bubu antara lain persiapan, setting, immersing, hauling;
4.      Daerah penangkapan bubu rajungan adalah 20 mil dari fishing base, ditempuh dengan waktu 2,5-3 jam, pada koordinat 06°31’41,31”LS dan 111°15’52,60”BT, gelombang laut tidak terlalu besar dengan kedalaman perairan sekitar 13 m.

5.2.      Saran
            Saran dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah :
1.      Dalam operasi penangkapan harus dibantu dengan GPS supaya daerah penangkapan tersebut tercatat dan untuk acuan penangkapan selanjutnya.
2.      Data produksi atau data perikanan tangkap khususnya pada hasil tangkapan rajungan harus hilakukan pendataan.


DAFTAR PUSTAKA
 

Brandt, A.V. 1984. Fishing Cathing Methods of The World. Fishing News Books Ltd. England.
Martasuganda. S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan ISBN 979-96923-0-X. Terbitan oleh Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 65 hal.
Mulyono. 1986. Alat-alat Penangkapan Ikan - Buku I: Macam-macam Pancing, Perangkap, Jaring Angkat. Dinas Perikanan Produksi Daerah Tingkat I: jawa Tengah.

Nazir, M. 1983. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nugroho, Seto. 2004. Pengaruh Perbedaan Jenis Bubu dan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro, Semarang, 9 hlm.
Rumajar, T.P. 2002. Pendekatan Sistem Urituk Pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manin Baya Kab. Donggala. Sulawesi Tengah.
Subani, W. Dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan dan Udang Di Laut Indonesia. Balai Peneliti Perikanan Laut. Departemen Pertanian Jakarta.
















1 komentar:

  1. Kami menjual Jaring Bubu Rajungan, atau yang mempunyai nama lain dengan sebutan bubu lipat,bubu jebak, Jaring Wuwu, Jaring Wadong, Jaring pintur, yakni alat tangkap rajungan, kepiting totol ataupun kerang (keong)

    Mutaqien
    Hp 081 564 788 949

    UD. WIJAYA

    Jl. Citemu 17 & 57 Mundu Cirebon Jawa Barat 45173

    BalasHapus